Wednesday, February 17, 2016

Kortikosteroid Intra Lesi

Kortikosteroid Intra Lesi

Sejak diperkenalkan 20 tahun yang lalu, pada saat ini pemakaian kortikosteroid intralesi sudah merupakan cara yang rutin dalam dermatologi. Keuntungan dari cara ini ialah bahwa bahan aktif langsung berada oada lesi.

Indikasi
Indikasi dari pengobatan injeksi intralesi adalah keloid, sikatriks hipertrofikans, liken planum verukosus, alopesia areata, akne kistika dan prurigonodularis.

Cara Pemberian dan sediaan
Sediaan kortikosteroid intralesi di Indonesia hanya ada satu yaitu triamsinolon asetonid (Kenacort –A ID) yang mengandung 40 mg/ml dan 10 mg/ml berbentuk suspense. Biasanya injeksi dilakukan secara intradermal dengan semprit/suntikan 1ml dan jarum no 22 sampai 25. Pengenceran dapat dilakukan dengan lidokain atau larutan garam fisiologis steril.
Untuk keloid, setiap 1 cm persegi disuntikan 0,1 ml suspense 10 mg/ml, sedangkan tiap  nodul diperlukan sekitar 0,05 ml. PEnyuntikan dilakukan tiap 2 minggu. Teknik penyuntikan pada nodul larutan disuntikan kedalam nodul. Sedangkan untuk kista maka larutan disuntikan ke dasar kista, suntikan ke dalam rongga kista tidak memberikan hasil yang diharapkan (reeves & Howard). Pada alopesia areata suntikan diarahkan ke batas dermis subkutis.

Efek samping
Sebagaimana kortikosteroid topial atau sistemik, maka pemberian intralesi dapat menyebabkan efek samping sistemik berupa reaksi Hoigne.

Read More

Efek Samping Penggunaan kortikosteroid Topikal

Efek Samping Penggunaan kortikosteroid Topikal

Ternyata makin poten sediaan kortikosteroid topical, makin besar pula kemungkinan efek samping yang terjadi. Pemakaian yang terlalu lama akan meningkatkan resiko timbulnya efek samping ini. Sehingga pemakaian steroid yang poten seyogyanya tidak lebih dari 2-3 minggu. Efek samping ini dapat bersifat local maupun sistemik.

Efek Lokal

1. Kerusakan kulit berupa atrofi kulit, teleangiektasi, purpura atau striae. Efek samping pada kulit inilah yang dipakai sebagai evaluasi apakah suatu steroid topical dianggap aman atau tidak.
2. Infeksi atau infestasi dapat terjadi setelah pemakaian kortikosteroid jangka lama, terutama kalau digunakan secara oklusi, dapat berupa infeksi kandida, bacteria atau meluasnya impertigo. Tinea incognito dapat terjadi karena kesalahan terapi tinea dengan kortikosteroid.
3. Efek lain yang dapat terjadi misalnya akne steroid, dermatitis perioral, gangguan pigmentasi baik hipo maupun hiperpigmentasi dan granulomata pada kulit. Reaksi alergi pernah juga dilaporkan pada pemakaian kortikosteroid topical.
4. PAda individu tertentu pada pemakaian kortikosteroid jangka lama dapat menyebabkan rambut pada muka tumbuh subur.

Efek sistemik
Kortikosteroid topical, khususnya yang mempunyai potensi kuat dan dipakai untuk jangka panjang dengan konsentrasi tinggi atau oklusi dapat pula menimbulkan efek sistemik seperti kortikosteroid sistemik.

Read More

Dosis dan Cara Pemberian Kortikosteroid Topikal

Dosis dan Cara Pemberian Kortikosteroid Topikal


PAda umumnya kortikosteroid topical cukup di oleskan 1-2 kali sehari. Pengolesan beberapa kali sehari ternyata tidak jauh berbeda dengan pengolesan 1-2 kali sehari, bahkan akan mempercepat timbulnya takhifilaksis, yaitu berkurangnya efek terapeutik setelah dipakai beberapa kali. Pengolesan juga cukup dilakukan tipis selain karena efek terapeutiknya sudah cukup maksimal, juga ekonomis dan tidak mengotori kulit dengan adanya kerak salep atau krim yang tebal.

Untuk lesi yang berat dapat diberikan steroid kuat untuk terapi inisial, kemudian diganti steroid sedang atau lemah untuk terapi pemeliharaan.

Pada beberapa dermatosis yang kurang responsive terhadap steroid, penetrasi steroid dapat ditingkatkan selain dengan penambahan bahan-bahan seperti propilen glikol atau urea, dapat pula dilakukan dengan cara oklusi, yaitu menutup lesi yang telah di olesi dengan kortikosteroid dengan bahan yang impermeable (polietilen atau plastic) sehingga udara akan keluar dan stratum korneum menjadi lebih lembab yang akan meningkatkan permeabilitas stratum korneum tersebut. Dengan cara oklusi dikatakan potensial steroid dapat ditingkatkan sampai 10 kali (Maibach). Oklusi sebaiknya dilakukan dimalam hari, teteapi hindari cara oklusi ini untuk lesi yang luas.

Read More

Tuesday, February 16, 2016

Pemilihan Kortikosteroid Topikal


Selain indikasi penyakit, pemilihan kortikosteroid topical perlu memperhatikan jenis steroid, basis, lokalisasi, umur penderita dan pemilihan sediaan kombinasi atau murni.
Menurut potensinya kortikosteroid topical dapat digolongkan menjadi 4 jenis, yaitu Golongan I (Potensi Lemah), Golongan II (Potensi sedang), Golongan III (potensi kuat) dan Golongan IV (Potensi sangat kuat). Potensi tersebut didasarkan atas sifat anti-inflamasi dan sifat antimitosisnya (Sneddon). Kortikosteroid golongan I pada umumnya mempunyai sifat anti-inflamasi saja, sedangkan golongan IV mempunyai baik sifat anti-inflamasi maupun antimitosis yang sangat kuat. Golongan II dan III berada di antaranya.

Perbedaan Sifat Berbagai Golongan Steroid Topikal
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Golongan                   Potensial                  Anti-inflamasi:           Antihistamin:
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
I                                   Lemah                       +                                           -
II                                   Sedang                     ++                                        +
III                                  Kuat                          +++                                      +
IV                                  Sangat Kuat            ++++                                     -

Kortikosteroid topical tersedia dalam berbagai basis, seperti salep, krim, losio, jeli, aerosol, dan tingtura. Untuk pemilhan basis perlu dipertimbangkan factor akseptabilitas penderita, kosmetika serta harus di ingat prinsip prinsip dasar pemakaian obat topical.

Untuk Lesi lesi yang akut dan membasah sebaiknya digunakan bentuk losio atau krim, sedang untuk lesi lesi kronik, kering dan likenifikasi paling baik kalau dipakai bentuk salep lebih poten dibantingkan dengan krim atau losio, tetapi basis basis modern telah begitu canggih sehingga hal ini tdak selalu demikian.
Pada beberapa sediaan telah ditambahkan bahan bahan untuk meningkatkan penetrasinya sehingga kerjanya berubah, seperti propilen glikol, paraben atau lanolin, tetapi kadang-kadang bahan bahan tambahan ini justru menyebabkan terjadinya dermatitis kontak alergi. Bhan tambahan seperti etilen-diamin kebanyakan di dapati pada sediaan dengan basis krim, segingga apabila erjadi reaksi alergi dapat dicoba diberikan sediaan dengan basis salep. Dan harap diperhatikan bahwa basis yang mengandung propilenglikol, alcohol seperti gel atau mengandung urea dapat menimbulkan rasa nyeri pada lesi terbuka.

Perlu diingat pengenceran atau pencampuran sediaan paten kortikosteroid dengan bahan bahan seperti asam salisilat, likuor karbonis detergen dapat menyebabkan hilangnya stabilitas dan pecahnya basis, serta mengubah bahan aktif menjadi ester yang kurang aktif. Juga Penambahan bahan bahan lain dapat menimbukan kontaminasi dengan miroorganisme. Seandainya pengenceran sediaan kortikosteroid tersebut sudah dilakukan dengan basis yang tepat, misalnya 1:1, kekuatan steroid hasil pengenceran tidaklah selalu menjadi separuhnya (Balf Strength)(Hodge).
Lokalisasi lesi juga menentukan pemilihan kortikosteroid topical. Untuk lesi-lesi di muka, genital dan aksila, oleh karena penetrasi obat di daerah tersebut cukup tinggi hendaknya dipergunakan kortikosteroid golongan lemah. Sebaliknya pada lesi lesi di daerah palmoplantar dan ekstensor perlu dipilih kortikosteroid yan cukup kuat. Demikian pula untuk lesi sekitar mata sebaiknya dipergunakan kortikosteroid lemah mengingat kemungkinan dapat masuk ke konjungtiva dengan akibat absorbs berlebihan yang dapat menimbulkan katarak dan glaucoma.
Pada bayi dan anak anak, khususnya dengan ekzem atopic yang memerlukan pengobatan lama, sebainya juga dipergunakan steroid golongan lemah, demikian pula pada kulit orang tua.

Beberapa sediaan kortikosteroid dikombinasikan dengan berbagai antimikroba seperti nistatin, neomisin, iodoklorhidroksi kinolin atau klokinol. Pemakaian sediaan kombinasi ini dapat dipakai pada kondisi tertentu seperti bayi atau anak dengan ekzem infantile karena kemungkinan infeksi sekunder sangat sering disertai dengan infeksi kandida. Hanya perlu diperhatikan bahwa  pengobatan sekali tembak ini yang tampaknya praktis akan menyebabkan keengganan mencari diagnosis setepat tepatnya, memacu timbulnya mikroorganisme yang resisten dan memungkinkan timbulnya sensitisasi oleh bahan anti-infeksi tersebut (Ricciati & Lester).

Read More

Kortikosteroid Topikal dan Indikasi Kortikosteroid Topikal



Pada masa kini kortikosteroid topical merupakaan sediaan yang paling banyak dipakai dalam dermatologi, disamping obat-obat anti jamur topical, dan pada saat ini di pasaran dapat dijumpai tidak kurang dari 70 sediaan kortikosteroid topical dengan bermacam – macam nama dagang. Banyaknya sediaan kortikosteroid topical di pasaran selain memang karena perbedaan turunan steroidnya, pada umumnya hanya didasarkan atas perbedaan basis, ada tidaknya kombinasi dengan antimikroba atau kombinasi dengan bahan bahan peningkat penetrasi steroid. Beberapa perusahaan juga memproduksi steroid yang sama tetapi dalam berbagai konsentrasi dan dengan variasi untuk lokasi-lokasi tertentu, seperti untuk kepala atau muka dan sebagainya.
Indikasi
Kortikosteroid Topikal

Penyakit-penyakit yang dapat diobati dengan kortikosteroid topical dapat digolongkan menjadi (Robertson & MAibach):


  • Penyakit-penyakit yang umumnya sangat responsive terhadap pengobatan steroid topical seperti dermatitis atopic, dermatitis seboroik, dermatitis numuler, dermatitis kontak alergi dan iritan, psoriasis pada muka dan genital,, liken simplek, pruritus ani dan dermatitis stasis.


  • Penyakit-penyakit yang kurang responsive terhadap steroid topical seperti lupus eritematosus discoid, liken planum, nekrobiosis lipoidika, granuloma anulare, sarkiodosis dan psoriasis palmo-plantar.


Read More

Monday, February 15, 2016

Efek Samping Kortikosteroid Sistemik


Efek samping kortikosteroid sistemik pada umumnya disebabkan karena pengaruh kortikosteroid pada metabolism protein, hidrat karbon dan lemak serta keseimbangan cairan dan elektrolit. Namun dengan mempertimbangkan cara pemberian diatas, efek samping ini diharapkan dapat ditekan seminimal mungkin. Efek samping kortikosteroid sistemik telah banyak dilaporkan antara lain (Nater et Al):

1. Syndrom Cushing iatrogenic
2. PEnekanan HPA, sehingga pada penghentian pengobatan akan timbul reaksi withdrawal berupa kelemahan badan, lelah, anoreksia, demam ringan dan deskuamasi pada ujung-ujung  jari
3. Gangguan syaraf pusat berupa epilepsy, gangguan kepribadian sampai psikosis.
4. Pada kulit dapat terjadi striae, atrofi, eksimosis, erupsi akne, infeksi dan dermatitis perioral.
5. PEnekanan respon imun memburuknya tuberculosis, timbulnya infeksi jamur, bakteri dan virus.
6. Pada musculoskeletal terjadi osteoporosis yang akan menyebabkan fraktura kompresi, osteonekrosis dan miopati proksimal.
7. Pada mata dapat menimbulkan glaucoma dan katarak
8. Pada system endokrin dapat menimbulkan amenore sekunder.
9. Pada system kardiovaskular menimbukan hipertensi alkalosis, hipokalemia dan retensi natrium air.
10. PAda gastrointestinal dapat terjadi dispepsi, pancreatitis dan gangguan absorbsi kalium.

Read More

Pemilihan Kortikosteroid Sistemik

Pada prinsipnya kortikosteroid sistemik dapat dibagi menjadi 3 golongan menurut lama kerjanya, yaitu steroid dengan kerja pendek, kerja menengah dan kerja panjang. Kortikosteroid jangka pendek mempunyai waktu paruh 8-12 jam, kerja menengah antara 18-36 jam dan kerja panjang antara 36-54 jam.

Macam Kortikosteroid dan dosis ekivalennya
-------------------------------------------------------------------------------------------
Macam                                       Lama Kerja                    Dosis Ekivalen
-------------------------------------------------------------------------------------------
Kortisol (hidrokortison)             Pendek                           20
Kortison                                     Pendek                           25
Prednison                                   Menengah                      5
Prednisolon                                Menengah                      5
Metilprednisolong                     Menengah                       4
Triamsinolon                             Menengah                       4
Parametason                              Panjang                            2
Betametason                              Panjang                            0,6
Deksametason                            Panjang                           0,6

Pada penggunaan steroid jangka panjang seperti pada pengobatan pemfigus, dianjurkan untuk tidak menggunakan steroid kerja panjang, demikian pula pada penggunaan dosis selang, sebaiknya dipilih kortikosteroid kerja menengah (Spark).
Read More

Dosis dan Cara Pemberian Kortikosteroid


Walaupun indikasi kortikosteroid sistemik dalam dermatologi cukup luas, namun guna mendapatkan hasil klinik yang maksimum dan efek samping yang minimum, sebelum kita memberikan kortikosteroid tersebut harus terlebih dahulu dipahami etiologi dan fisiologi hubungan  hipotalamus-hipofisis adrenal (HPA).

PAda penyakit-penyakit kulit yang akut dan dapat sembuh sendiri (Acute Self dermatoses), seperti dermatitis kontak alergi akut cukup diberikan dosis sedang selama beberapa hari diikuti penurunan (tappering) secara singkat.

Pada penyakit-penyakit kulit yang berat dan fatal seperti nekrosis epidermal toksis, perlu dosis tinggi dan setelah terlihat perbaikan klinik segera diikuti penurunan dosis secara cepat, teteapi pada pemfigus dosis tinggi pada awal, kemudian diturunkan perlahan-lahan.
Berikut ini macam penyakit dan perkiraan dosis steroid yang diperlukan:

Penyakit:                                                                             Dosis (mg prednison)/hari

Nekrosis epidermal toksik                                                  150-200
Pemfigus vulgaris                                                              100-300
Pemfigus Vegetans                                                             60 - 100
Pemfigus Eritematosus                                                       40-60
Pemfigoid Bulosa                                                                60 - 90
Lupus eritematosus sistemik                                               60- 80
Lupus eritematosus Diskoid                                                40- 50
Eritema Multiform                                                              40 - 50
Dermatitits eksfoliatif                                                          40-80
Dermatitis atopik                                                                  30-40
Dermatitis kontak Alergi akut                                              30-40
Liken planum                                                                        30-40

Pemberian kortikosteroid sistemik dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dosis tunggal, dosis selang atau dosis tunggal malam.


  1. Dosis Tunggal. Kortikosteroid diberikan  sekaligus pada pagi hari sebelum jam 8 pagi bersamaan dengan meningkatnya kadar steroid tubuh. Cara pemberian ini paling banyak untuk penyakit akut yang memerlukan pengobatan kurang dari satu bulan.
  2. Dosis Selang. Kortikosteroid tidak diberikan setiap hari tetapi selang satu hari. Pada hari minum obat dosis menjadi dua kali lipat, sedang hari berikutnya tidak minum sama sekali. Penurunan dosis dilakukan sedikit demi sedikit, tergantung dari dosis awalnya. Maksud dari cara cara pemberian dosis selang sehari ini adalah untuk melindungi hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA) pada hari bebas obat, sehingga HPA diharapkan  tetap berfungsi normal dan dilain pihak dapat memutus rantai sintesis imunoglobulin yang kira kira bertahan antara 36-48 jam. Cara pemberian ini biasanya diberikan pada penyakit penyakit yang berlangsung lama dengan produksi imunoglobulin seperti lupus eritematosus sistemik. 
  3. Dosis Tunggal malam. Kortikosteroid dosis tunggal diberikan tidak pada pagi hari tetapi justru pada saat HPA paling peka yaitu sore atau malam hari. Cara ini jarang dipakai, misalnya pada kasus-kasus hirsutisme, akne kistika kronik dan hiperplasia adrenal kongenital dimana terjadi peningkatan hormon androgen dari adrenal. Dosis biasanya cukup antara 5-7,5 mg.


Read More

Sunday, February 14, 2016

Indikasi Kortikosteroid Sistemik Dalam Klinik


Di dalam dermatologi, kortikosteroid dapat digunakan secara sistemik, topikal mauoun intralesi.

PEnggunaaan utama kortikosteroid sistemik (oral atau parenteral) dalam dermatologi meliputi (Spark):

1. Sebagai pelindung jangka pendek pada penyakit-penyakit akut dan berat seperti eritema eksudativum multi forme, urtikaria (dengan penyebab yang sudah jelas), erupsi obat berat, dermatitis kontak alergi akut, dan nekrolisis epidermal toksis.

2. Keadaan-keadaan reaksi alergi atau anafilaksi yang bersifat gawat darurat: syok anafilaksi, gigitan serangga beracun.

3. penyakit penyakit imunologik berat dan sistemik seperti lupus eritematosus, dermatomiositis, dan pioderma gangrenosum.

4. Penyakit penyakit vaskuler tertentu yang diduga berpangkal pada proses imunologi seperti poliaarteritis nodosa, arteritis temporalis, granulomatosis wegener, purpura trombositopenia dan beberapa vaskulitis alergika.

5. penyakit-penyakit kronik yang bersifat fatal seperti pemfigus, pemfigoid bulosa, dan dermatitis ekfoliativa.

6. Keadaan keadaan lain seperti epidermolisis bulosa pada anak, aftosis persisten yang sangat nyeri dan sarkoidosis.

7. Merupakan indikasi relatif pada penyakit penyakit seperti liken planum, retikulosis, ekzem berat, penyakit reiter, sindrom Sjogren, dan kadang-kadang pada akne berat dan hidradenitis supurativa.
Read More

Mekanisme Kerja Kortikosteroid


Pada prinsipnya ada 3 sifat dari kortikosteroid yang dipergunakan dalam dermatologi:

1. Anti-inflamasi
Aktivitas anti-inflamasi dari kortikosteroid ini merupakan efek utama yang diharapkan dalam dermatologi, baik pada penggunaan secara sistemik maupun topikal. Efek ini diduga disebabkan karena kortikosteroid bekerja dengan mencegah proses marginasi (melekatnya lekosit dan monosit pada endotel pembulh darah) dan menghambat proses khemotaksis (migrasi sel-sel tersebut ke fokus peradangan) yang terjadi pada proses peradangan (Swartz and Dhluhy). Kortikosteroid juga menyebabkan vasokonstriksi, menurunkan permeabilitas membran dan menghambat pelepasan bahan toksis, sehingga akan mengurangi ekstravasasi serum, pembengkakan dan rasa gatal (Sneddon).

2. Imunosupresi
Sifat imunosupresif ini sebenarnya juga melibatkan sifat anti-inflamasi dari kortikosteroid, karena inflamasi merupakan bagiandari respon kekebalan tubuh. Kortokosteroid juga menghambat pembelahan sel-sel limfoid, melisis sel limfosit B dan menghambat kerja limfokin pada sasaran (Swartz and Dhluhy). Jadi dapat disimpulkan bahwa kortikosteroid bekerja menekan reaksi hipersensitifitas, baik tipe I, II, III (humoral), maupun tipe IV (Seluler).

3. Antimitosis (antiproliferasi)
Kortikosteroid mempunyai sifat antimitosis dengan menekan pembelahan sel, menurunkan transkripsi RNA, mengurangi sintesis DNA dan mungkin juga reparasi DNA (Riciati & Lester). Akibat difat ini pengolesan kortikosteroid pada kulit akan menyebabkan penipisan epidermis dan sel selnya mengecil. Disamping pada sel sel fibroblas, sehingga pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan gangguan sintesis kolagen dengan akibat terjadinya striae dan atrofi (Jones). Kerja antimitosis ini makin kuat pada steroid yang mengandung fluor.
Read More

Kortikosteroid Dalam Dermatologi


Perkembangan dermatoterapi terjadi dengan pesatnya setelah ditemukannya kortikosteroid. Pada masa kini kortikosteroid merupakan obat yang paling banyak dipergunakan dalam dermatoterapi baik secara topikal maupun sistemik. cukup seriusnya efek samping yg dapat terjadi pada pemakaian kortikosteroid, mengharuskan seorang dokter  mempertimbangkan secara matang dan teliti antara keuntungan dan kerugiannya. Untuk itu dibutuhkan pemahaman yang mendalam mengenai indikasi, kontraindikasi, jenis jenis kortikosteroid, cara pemberian, serta efek samping yan dapat terjadi.

Perlu diperhatikan bahwa walupun pemakaian kortikosteroid tampak memberikan perbaikan klinis yang mencolok, teteapi harus selalu diingat bahwa regimen optimal pengobatan dengan kortikosteroid sampai saat ini masih belum jelas dan bahwa kortikosteroid sebenarnya hanya bersifat paliatif atau mempermudah penyembuhan alamiah, jadi kortikosteroid tidak bersifat menyembuhkan penyakit kulit tersebut. (Corticosteroid do not cure any of the skin disorders- Hodge-)
Read More
Powered by Blogger.

© 2011 Pengobatan Penyakit Kulit dan Kelamin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena