Pada prinsipnya ada 3 sifat dari kortikosteroid yang dipergunakan dalam dermatologi:
1. Anti-inflamasi
Aktivitas anti-inflamasi dari kortikosteroid ini merupakan efek utama yang diharapkan dalam dermatologi, baik pada penggunaan secara sistemik maupun topikal. Efek ini diduga disebabkan karena kortikosteroid bekerja dengan mencegah proses marginasi (melekatnya lekosit dan monosit pada endotel pembulh darah) dan menghambat proses khemotaksis (migrasi sel-sel tersebut ke fokus peradangan) yang terjadi pada proses peradangan (Swartz and Dhluhy). Kortikosteroid juga menyebabkan vasokonstriksi, menurunkan permeabilitas membran dan menghambat pelepasan bahan toksis, sehingga akan mengurangi ekstravasasi serum, pembengkakan dan rasa gatal (Sneddon).
2. Imunosupresi
Sifat imunosupresif ini sebenarnya juga melibatkan sifat anti-inflamasi dari kortikosteroid, karena inflamasi merupakan bagiandari respon kekebalan tubuh. Kortokosteroid juga menghambat pembelahan sel-sel limfoid, melisis sel limfosit B dan menghambat kerja limfokin pada sasaran (Swartz and Dhluhy). Jadi dapat disimpulkan bahwa kortikosteroid bekerja menekan reaksi hipersensitifitas, baik tipe I, II, III (humoral), maupun tipe IV (Seluler).
3. Antimitosis (antiproliferasi)
Kortikosteroid mempunyai sifat antimitosis dengan menekan pembelahan sel, menurunkan transkripsi RNA, mengurangi sintesis DNA dan mungkin juga reparasi DNA (Riciati & Lester). Akibat difat ini pengolesan kortikosteroid pada kulit akan menyebabkan penipisan epidermis dan sel selnya mengecil. Disamping pada sel sel fibroblas, sehingga pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan gangguan sintesis kolagen dengan akibat terjadinya striae dan atrofi (Jones). Kerja antimitosis ini makin kuat pada steroid yang mengandung fluor.
0 comments:
Post a Comment